Angka Islam yang Terusung Barat

blogger templates


Mendalami suatu bidang ilmu pengetahuan maka tak bisa dipisahkan dari apa yang namanya perkembangan. Sejak awal mula manusia mengenal tulisan sampai sistem pergelombangan dalam mengendalikan benda-benda lain manusia selalu berkembang dalam pengetahuanya. Hal ini tidak menutup kemungkinan suatu inovasi baru akan muncul lebih fleksibel dan sederhana seiring dengan perkembangan pemikiran akal manusia, sejalan dengan daya berfikir rasional  yang mana membantu manusia dalam menentukan kebenaran dan kesalahan dari apa yang mereka temukan, baik itu berupa suatu kabar berita, suatu statement atau suatu isyarat. Dengan bersandar dari kebenaran dan kesalahan inilah manusia kemudian mempunyai suatu persamaan pemikiran yang tersusun secara sistematis yang bisa diterima oleh semua kalangan tanpa membedakan perubahan zaman.
Berbeda dengan tatanan adat. Sistem berfikir rasional lebih cenderung mengandalkan kebenaran  suatu objek daripada nilai dari objek kajian tersebut. 1 + 3 = 4, semua kalangan di dunia ini akan menerima kebenarannya dan tidak akan ada yang bisa membantah, kalaupun ada yang hendak membantah itu malah menunjukkan kebodohan orang itu sendiri. Berbeda dengan suatu statement tentang adat yang mengatakan bahwa campuran kopi dan susu itu nikmat, belum tentu semua orang akan menerima kebenaran ini karena di lain daerah mungkin akan mengatakan itu aneh, karena adat mereka lebih suka mencampur susu dengan teh.
Beranjak lebih dalam tentang berfikir matematik yang rasional ini, maka dibutuhkan suatu kode khusus untuk menunjukkan besar nilai dan maksud dari kode itu. Dari sinilah muncul peletakan angka dalam Matematika. Dengan peletakan itu kemudian terjadi perkembangan dari masa ke masa yang hampir setiap peradaban mempunyai angka sendiri-sendiri dalam pengungkapannya. Di antaranya angka Romawi, angka Tamil, angka Hindi, angka Persi, dan angka Cina.
Dari sekian banyak angka-angka itu, salah satu nomor yang kita sering lihat, yakni : 0, 1, 2, 3, 4,……,8, 9) adalah hasil dari perkembangan itu. Dan hebatnya lagi, peletak dari kode numeric model itu adalah orang Islam sendiri. Suatu yang seakan tidak disangka. Hal ini lebih terbukti bila diteliti lebih lanjut, ternyata di dalamnya mengandung makna-makna menakjubkan yang menunjukkan betapa hebatnya pemikiran-pemikiran Islam dan betapa pedulinya mereka terhadap berfikir rasional dan matematis. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya Eropa mendominasi angka-angka itu sehingga seakan-akan angka itu milik mereka padahal itu adalah milik kita sendiri orang muslim.
Pengenalan Angka Arab
Angka Arab ialah sepuluh digit (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9) yang digunakan di dunia Barat yang berevolusi dari angka Arab. Ia diperkenalkan di Eropah pada kurun ke-10 oleh orang Arab dari Afrika Utara. Istilah “angka Arab” (Inggeris: Arabic numerals) masih lagi digunakan sehingga hari ini. Sistem angka Arab dipercayai diadaptasi oleh orang Arab dari sistem angka Hindu purba.
Kebanyakan sistem angka kedudukan yang menggunakan 10 digit angka sebagai asas yang digunakan di seluruh dunia adalah berasal dari India. Sistem angka India lazimnya dikenali di Barat sebagai sistem angka Hindu-Arab atau angka Arab, karena ia diperkenalkan di Eropah melalui orang Arab.
Digit 1 hingga 9 dalam sistem angka Arab berevolusi dari angka Brahmi. Catatan agama Buddha dari sekitar 300 SM menggunakan simbol 1,4 dan 6. Seratus tahun kemudian, penggunaan simbol 2,7 dan 9 telah direkodkan.
Terdapat beberapa catatan kuno di atas kepingan kuprum yang mengandungi angka sifar yang bertarikh dari kurun ke-6 masihi. Bagaimanapun, catatan yang pertama diterima secara universal yang mengandungi angka 0 telah ditemui di Gwalior, tengah India yang bertarikh 870.
Pada kurun yang ke-9, sistem angka ini telah tersebar ke dunia Islam. Al-Khwarizmi telah menerangkan tentangnya dalam buku Pengiraan dengan angka Hindu yang ditulis pada 825 M dalam Bahasa Arab, dan Al-Kindi telah menulis empat jilid, Penggunaan angka India (Ketab fi Isti’mal al-’Adad al-Hindi) yang ditulis pada 830 M. Kemudiannya, sistem angka ini diperkenalkan pula oleh orang Arab kepada Eropah.
Sistem angka yang mengandungi sepuluh digit (٠.١.٢.٣.٤.٥.٦.٧.٨.٩) yang digunakan di dunia Arab, dikenali di Barat sebagai angka Arab timur. Di kalangan orang Arab, angka ini juga dikenali sebagai angka Hindu kerana asal usulnya dari India.
Nomor  arab 0  1  2   3    4    5     6      7     8        9
Nomor arab-hindi ٠ ١ ٢  ٣   ٤   ٥    ٦   ٧    ٨      ٩
Nomor arab-hindi timur ۰ ۱  ۲  ۳   ۴    ۵    ۶    ۷     ۸      ۹
Nomor hindi sekarang ०  १  २   ३    ४    ५     ६    ७     ८        ९
Nomor tamil     ௧ ௨ ௩ ௪ ௫  ௬ ௭    ௮     ௯
Nomor romawi     I    II   III   IV    V    VI    VII    VIII     IX
Asal Usul Angka Arab 
Terjadi perselisihan dikalangan para peneliti tentang siapa yang pertama kali meletakkan kode numeric model arab itu. Akan tetapi menurut sebagian pendapat yang lebih kuat mengatakan bahwa peletak pertama nomor adalah seorang pembuat kaca dari maghribi (sekarang adalah negara Maroko ). Dalam peletakannya itu ia membuat dasar-dasar nomor berdasarkan banyaknya jumlah sudut. Suatu bangun yang mempunyai satu sudut diletakkan untuk pengibaratan angka satu, dua sudut untuk angka dua, tiga sudut untuk angka tiga dan seterusnya.
Menurut pengamatan kekinian, jika pemahaman di atas digambarkan dalam sebuah gambar maka modifiksi dari gambaran di atas itu  dengan model :
1
Dari model angka-angka di atas, jika kita teliti  secara lebih mendetail dengan tatanan :
  1. Pada angka  0 dan 9 tetap pada posisinya
  2. 8,6,5,4,3,1 kita putar 90 derajat kekanan dengan kecuali angkah 6 kita putar 180 derajat kekanan
  3. 2,7 kita balik, maka akan menghasilkan gambaran :
2
Selanjutnya, dari kode-kode numerik di atas jika kita sambungkan akan menghasilkan suatu rahasia tersembunyi yang menunjukkan betapa hebatnya peletaknya. Dilihat dari gambarnya angka-angka itu mirip dengan huruf arab sehingga andaikata digabungkn secara aturan hurf arab akan menjadi :
3
Dari penyambungan di atas kita dapatkan bahwa hubungan antara angka-angka itu sebenarnya adalah kalimat arab yang sesuai dengan khoth kufi yaitu : وهدفي حسابْ dengan bulatan nol sebagai ibarat dari sukun yang berada di akhir. Selain itu pula, waktu itu belum ada system penambahan titik dalam huruf-huruf arab sehingga huruf fa’ dan ya’ tidak ada titiknya .  Kalimat di atas mempunyai arti “dan tujuanku adalah berhitung”. Suatu kombinasi luar biasa antara arti dari kata itu dengan penggunaannya.
Tanggal Peletakan Nomor Arab
Suatu keistimewaan lagi dari kehebatan peletakan nomor-nomor dengan model yang seperti itu yang dalam arabnya berbunyi وهدفي حسابْ adalah kita bisa mengetahui kapan tahun peletakan kode numeric itu. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan para ulama Islam pada waktu itu sering mengkaitkan huruf-huruf arab dengan ‘Adad al Jumali (bilangan jumali). Satu huruf arab mempunyai nilai tertentu yang berbeda jika dikaitkan dengan bilangan ini. Dan hasil dari pengkaitan itu menghasilkan bahwa :
و mempunyai nilai 6
ه mempunyai nilai 5
د mempunyai nilai 4
ف  mempunyai nilai 80
ي  mempunyai nilai 10
ح  mempunyai nilai 8
س   mempunyai nilai 60
ب   mempunyai nilai 2
ا mempunyai nilai   1
Jika kesemuanya dijumlahkan maka hasilnya :
6 + 5 + 4 + 80 + 10 + 8 + 60 + 2 + 1 = 176 , ini menunjukan bahwa  peletakan angka arab ini adalah tahun 176 H, yang bertepatan dengan tahun 792 M.[i]
Peralihan Angka Barat Ke Eropa
Pada awal masuknya angka arab ke eropa, angka yang sering digunakan orang-orang eropa untuk memcahkan masalah adalah menggunakan angka romawi dimana dalam kode numerik angka romawi itu tidak ada istilah untuk menyatakan angka nol, sehingga angka awalnya adalah satu dan seterusnya.
Silvister II yang dikenal dengan gerbert, setelah menyelesaikan studinya di andalus dimana masa itu adalah masa pesatnya perkembangan islam, ia mencoba memberi solusi masyarakat eropa yang tersendak pemikiran mereka dalam perhitungan dikarenakan tidak adanya angka nol. Dengan kata lain silvister ingin menunjukkan bahwa angka arab lebih lengkap ketimbang angka romawi.
Dalam perjalanannya selanjutnya, ia mendapatkan kendala karena masyarkat eropa secara dominan lebih menjunjung tinggi budaya gereja mereka dan budaya yunani, sehingga ia takut dikatakan bagian dari “barbarian civilization”. Suatu istilah yang itunjukkan untuk sekelompok orang yang mempunyai pemikiran berbeda dari yang lain. Ia pun menempuh jalan lain untuk memasukkan angka arab ini ke eropa hingga pada ahirnya ia menemukan suatu cara baru untuk mengelabihi masyarakat eropa yaitu dengan menciptakan alat yang disebut dengan abakus Gerbert.
Dalam abakus gerbert ini, kebanyakan pengoprasiannya dengan menggunakan angka arab dan masyarakat eropa pun tak menyadari hal itu sehingga silvister II ini oleh orang eropa dikenal dengan bapak angka.
Rujukan :
  1. Majalah An-Nur, Hadromaut, edisi pertama.
  2. www.wikipedia.com