2 Faktor Penghancur
Syubuhat & Syahwat adalah penghancur agama & umat.
Dalam hadits riwayat Muslim diceritakan:
أَنَّ
رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَقْبَلَ ذَاتَ يَوْمٍ مِنْ
اَلْعَالِيَةِ؛ حَتَّى إِذَا مَرَّ بِمَسْجِدِ بَنِي مُعَاوِيَةَ؛ دَخَلَ
فَرَكَعَ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ, وَصَلَّيْنَا مَعَهُ, وَدَعَا
رَبَّهُ طَوِيلاً, ثُمَّ اِنْصَرَفَ إِلَيْنَا فَقَالَ: سَأَلْتُ رَبِّي
ثَلَاثًا فَأَعْطَانِي ثِنْتَيْنِ , وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً. سَأَلْتُ رَبِّي أَلَّا يُهْلِكَ أُمَّتِي بِالسَّنَةِ فَأَعْطَانِيهَا, وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يُهْلِكَ أُمَّتِي بِالْغَرَقِ, فَأَعْطَانِيهَا, وَسَأَلْتُهُ أَلَّا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ, فَمَنَعَنِيهَا
"Bahwa suatu ketika Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam
- datang dari 'Aliyah, dan ketika melewati masjid milik bani Mu'awiyah
berliau masuk dan sholat 2 rekaat, dan kami pun turut sholat bersama
Beliau. Beliau berdoa sangat lama. Setelah selesai, Beliau berpaling
kepada kami dan bersabda: Aku meminta kepada Tuhanku 3 permintaan, 2
dikabulkan dan 1 tidak. Aku meminta kepada Tuhanku agar tidak
membinasakan umatku dalam (adzab) satu tahun dan itu dikabulkan. dan aku
meminta agar umatku tidak dibinasakan dengan ditenggelamkan dan itu
dikabulkan. Kemudian aku meminta agar umatku tidak saling bermusuhan dan
itu tidak dikabulkan kepadaku."
Melalui
hadits Rasulullah Saw ini diketahui bahwa permusuhan dan perselisihan
adalah suatu hal yang sudah diprediksikan dan tak terelakkan menimpa
umat ini. Perpecahan umat menunjukkan adanya kerusakan atas nilai-nilai
agama yang dibawa oleh para Nabi dan Utusan-Nya.
Ada 2 faktor yang menyebabkan lemah dan rusaknya agama yang mulia ini di mata manusia. Pertama, Asy-Syubuhat,
yakni tidak jelas konsep keilmuan dan pemahaman keagamaannya. Faktor
ini yang merusak citra Islam dan umatnya di mata dunia. Maksud tidak
jelas di sini adalah pemahaman umat tidak utuh, integral, dan
komprehenshif, dalam arti memahami agama ini sepotong-sepotong
(parsial). Mengetahui bagian yang satu tapi tidak mengetahui bagian
lainnya. Padahal Islam dihadirkan dalam konsep yang menyeluruh,
menyentuh berbagai aspek kehidupan dari dunia hingga akhirat.
Jika memahami agama ini tidak kaffah,
maka terjadi kerancuan di dalam pemahaman agama, sehingga agama tampak
dipandang (dirasakan) oleh manusia menjadi tidak mulia. Bahkan sering
agama dituding sebagai sumber penyebab kekerasan, terorisme, atau
stempel negatif lainnya. Islam menjadi rendah dalam pandangan manusia dan umatnya.
Agar
umat memahami agama ini dengan komprehensif dan terintegrasi adalah
dengan mendapatkan sumbernya secara utuh melalui rantai ajaran Kenabian.
Nabi Muhammad Saw mengisyaratkan ada penerusnya untuk menyampaikan
ajaran agama yang mulia ini dengan utuh (komprehensif). Cukup dengan
ungkapan hadits Al-’Ulama-u warotsatul Anbiyaa’, Al-’Ulama
merupakan pewaris para Nabi, yang menunjukkan sosok pewaris ini
mendapatkan bimbingan dan ilmu dari Rasulullah Saw, sehingga mendapatkan
bimbingan secara ruhaniyah, tersingkap kandungan Al-Kitab dan
As-Sunnah, beserta hikmah-hikmahnya. Inilah figur sentral pembawa agama
yang kaffah.
Dalam Al-Quran disebutkan, Walikulli qowmin Haad, setiap kaum memiliki pemberi petunjuk.
Maka
seyogyanya umat ini memahami agama ini melalui figur yang telah
dibukakan pemahaman konsep agama yang utuh, berupa nilai kandungan
Al-Quran dan As-Sunnah (dalam bentuk tertulis) serta Al-Hikmah berupa
kandungan ajaran yang lebih mendalam.
Apabila
umat dibimbing dan diasuh oleh figur Al-’Ulama ini niscaya umat akan
memahami Islam yang sesungguhnya, sehingga melahirkan generasi umat
terbaik, [بسطة فى العلم والجسم] kuat ilmu dan tangguh fisiknya.
Faktor kedua, adalah Asy-Syahawat,
yakni gejolak emosional (hawa nafsu). Ketika penyakit batin menguasai
manusia maka akan menimbulkan kehancuran umat. Walaupun memiliki wawasan
keislaman yang baik, tidak cukup, jika jiwanya kotor, tidak
dibersihkan, tidak ditempa dengan riyadhah (upaya pembersihan),
maka jiwanya senantiasa didominasi kepentingan syahawat. Sedangkan
kecenderungan syahawat manusia cenderung kepada keburukan-keburukan,
egoisme, keakuan, keserakahan, dan lain-lain [la-ammarotun bis-suu‘]. Jika jiwa yang kotor ini tidak dibersihkan dari jiwa manusia maka akan menghancurkan tatanan kehidupan umat ini.
Ketika Nabi Musa As diperintahkan Allah untuk mengingatkan
Firaun yang otoriter dan zhalim kepada umatnya, maka Nabi Musa
dibimbing oleh Allah. Materi dakwah pertamanya adalah: faqul hal laka an tazakka wa ahdiyaka ilaa Robbika fatakhsyaa. Sudikah engkau membersihkan penyakit-penyakit batin, maka aku tunjukkan kepada Tuhanmu sehingga engkau tunduk kepada Allah.[1] Manusia tidak akan takut dan tunduk kepada agama Allah jika jiwanya dikuasai oleh hawa nafsunya.
Maka bagaimana mengobati umat dari penyakit-penyakit batin suka memfitnah, menghancurkan, dan memojokkan orang lain. Wayuzakkiihim,
umat akan bersih jiwanya jika dibimbing oleh Ulama sebagai pewaris,
kemudian ia masuk ke dalam wilayah-wilayah ibadah yang dapat
membersihkan penyakit-penyakit batin.
Manusia
tidak akan tunduk kepada Allah dengan ikhlas (bersih) jika dirinya atau
hawa nafsunya dijadikan sebagai Tuhan, sebagaimana diungkapkan dalam
Al-Quran: Aro-ayta manit takhodza ilaahahuu hawaahu ... [2]
Banyak manusia menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan. Padahal
keinginannya tidak akan berakhir, keinginannya selalu berlebih-lebihan.
Maka bersihkan jiwa dari segala
kotoran penyakit batin, keakuan, kesombongan, cinta kepada dunia yang
berlebih-lebihan, cinta kepada jabatan, takut mati. Itulah
penyakit-penyakit batin manusia yang akan menghancurkan umat ini.
Sehingga
banyak tindakan yang mengatasnamakan ayat Allah atau As-Sunnah. Tapi di
balik itu hanya sebatas topeng, yang di balik itu terdapat ambisi
syahwat hawa nafsunya. Islam semakin rusak di mata manusia.
Kedua
faktor ini semestinya diketahui umat ini, sehingga mengambil langkah
solusi yang efektif dan produktif agar umat senantiasa berada di bawah
bimbingan para Al-’Ulama sebagaimana umat terdahulu yang cemerlang dan
mulia, karena dibimbing oleh para Nabi dan Rasul. Maka manfaatkan
kesempatan hidup ini sebaik-baiknya, karena kesempatan semakin terbatas
untuk memahami Islam secara komprehensif dan mengamalkan dalam setiap
aspek kehidupan kita.
[1] (Q.S. An-Nazi’at: 18-19).
[2] (Q.S. Al-Furqan: 43).