Mengenal Hakikat Kehidupan Dunia

blogger templates
Mengenal Hakikat Kehidupan Dunia
Hakikat Dunia
Dunia adalah media ibadah & ujian bagi manusia.
Banyak manusia mengetahui dunia ini dari sisi kulit luar saja. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam Al-Quran,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang zhahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka mengenai (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Ar-Rum: 7)
Orang yang mengetahui dunia dari sisi kulit seperti orang yang memakan buah hanya kulitnya saja. Ia tidak mengetahui hakikat kehidupan dunia sebenarnya. Orang demikian adalah orang yang tidak akan merasakan kebahagiaan, karena dirinya selalu diliputi rasa kekhawatiran dan kegelisahan. Yakni rasa khawatir tidak kebagian, khawatir tidak mendapatkan lebih banyak. Dan jika sudah mendapatkannya, ia tetap merasa khawatir jika apa yang digenggamnya hilang atau berkurang.
Akibatnya mereka tidak meyakini bahwa ada kehidupan akhirat, yakni balasan Allah atas kebaikan atau kejahatan sekecil apapun. Mereka lalai karena tidak tahu inti dan hakikat kehidupan dunia yang diciptakan Allah SWT.
Orang yang mengetahui dunia dari sisi luar saja akan timbul keserakahan dalam dirinya. Ia tidak akan merasakan kenyang walaupun gaji ditingkatkan ia tetap melakukan korupsi. Sebab yang dinikmatinya hanya sebatas kulitnya saja.
Yang dsebut mengetahui lapisan kulit luar (zhahir) kehidupan dunia ini semata adalah menjadikannya sebagai tujuan. Dan yang dimaksud mengetahui hakikat (inti) kehidupan dunia adalah menjadikannya sebagai alat, media, atau instrumen.
Jika ingin merasakan kehidupan dunia ini kepada intinya maka jadikan kehidupan dunia ini sebagai alat untuk bertaqwa, yakni mengenal dan beribadah kepada Allah, bahkan sebagai bekal di akhirat yang abadi.
Betapa rugi orang yang menjadikan kehidupan dunia ini sebagai tujuan, ia akan meninggalkan dunia yang fana ini dan dunia akan meninggalkannya. Ia terhenti sampai terminal tujuan yang semu.
Hakikat kehidupan dunia yang kedua adalah sebagai ujian. Sehat – sakit, untung – rugi merupakan ujian yang diciptakan Allah bagi manusia. Bagaimana menghadapi ujian? Mari kita amati bagaimana siswa sekolah menghadapi ujian. Ia akan memposisikan dirinya serius dalam menghadapinya. Dahinya mengkerut karena konsentrasi, sikapnya tegap, panca inderanya tertuju kepada soal, otaknya berfikir serius mencari jawaban, matanya memperhatikan soal demi soal. Tidak bisa ia bersikap santai, seperti selonjor kaki dan tiduran. Karena waktunya terbatas.     Itulah kondisi ujian.
Orang yang mengenal inti dunia ini menjadikan dimensi kehidupannya sebagai ujian. Sejak lahir ketika diketahui dirinya keturunan ‘darah biru’, hal itu dianggap ujian. Apakah ia merasa sombong atau tidak. Allah beri nikmat, ia anggap ujian sebab di balik kenikmatan banyak yang lupa diri. Allah beri sakit atau bangkrut, apakah ia menyalahkan Allah atau tidak, putus asa atau tidak. Semua hidup dan kehidupan bagi orang yang mengenal inti dunia adalah sebagai ujian. Ia selalu merasakan dirinya diberi warning (peringatan) ‘Awas! Hati-hati!’ Sebab ia merasakan sedang diuji oleh Allah, sedang mengisi soal-soal ujian dan harus menjawab dengan tepat dan benar.
Jika hari ini mendapat keberuntungan, hal itu adalah ujian yang menuntut dirinya apakah sikap batinnya bersyukur kepada Allah. Ingatkah ia kepada zakat, infaq, wakaf, atau amal kebajikan lainnya.
Peristiwa yang dilewatinya hari demi hari selalu dijadikannya sebagai ujian. Sehingga ia bersungguh-sungguh, bekerja keras, serius dalam menjalani kehidupan ini. Sebab jika ia salah mengisi jawabannya tidak akan lulus di sisi Allah.
Orang yang mengenal hakikat kehidupan ini menjadikan arena kehidupan ini sebagai ujian bagi dirinya, sehingga ia selalu waspada, berhati-hati, serius untuk memberikan jawaban dengan tepat dan benar.
Sesungguhnya seseorang baru akan menikmati kebahagiaan demi kebahagiaan jika ia mengetahui hakikat kehidupan sebenarnya sehingga menjadikan dunia ini sebagai alat beribadah dan ujian bagi dirinya.
Marilah renungkan bagaimana ukuran kenikmatan materi fisik (kebendaan) itu diibaratkan. Ia seperti menikmati hidangan makan di waktu lapar dengan menu spesial. Kenikmatannya hanya dirasakan sekian menit saja, tapi efek ketidaknyamanan akibat kekenyangan dirasakan selama berjam-jam.
Begitu pula kenikmatan akan kebendaan seperti ketika dibelikan HP baru, terasa senang dan bahagia. Dipamer-pamer (show) kepada orang lain, karena senang menggunakan dan memilikinya. Namun setelah waktu demi waktu berlalu, setahun memilikinya dirasakan biasa saja, bahkan dianggap jadul. Itulah kenikmatan materi (madhiyah) yang bersifat sementara.
Adapun kenikmatan ruhiyyah kebalikannya, bersifat hakiki dan kekal hingga kepada akhirat. Nikmat ini ditangkap oleh ruhani. Nikmat ruhiyyah adalah nikmat di balik ibadah. Misalnya ketika makan ia syukuri. Dapat bersyukur itu adalah kenikmatan ruhiyyah.
Diberikan kemampuan untuk mensyukuri nikmat, hati melaksanakan ibadah, memberikan sedekah. Kenikmatan Ruhiyyah ditangkap ruhani, yang hanya dapat dicapai apabila hati serius menghadapinya, tidak asal-asalan. Hati-lah yang merasakan kenikmatan dan kebahagiaan dalam setiap ibadah.
Rasa manis dalam beribadah [wajada halawatal iimaan], adalah merasakan kenikmatan dan kebahagiaan dalam setiap ketaatan yang dilakukannya. Jika kita ingin mencapai kenikmatan dalam ibadah tersebut, maka perlu mengetahui istilah maqoomaat dan haalaat.