Selebritis Akhirat

blogger templates

Seleb Akhirat
Suatu saat Allah akan membangga-banggakan hamba-hamba pilihan-Nya di hadapan seluruh makhluk.
Ahlul Karam (Selebritis)
Hidup ini hanya sekali. Tidak ada orang yang dipanggil Allah kembali lagi. Betapa berharganya peluang hidup yang hanya sekali ini sehingga banyak orang-orang yang menyesal karena tidak mampu memanfaatkannya. Jika kita menimbang sisa umur kita, terasalah betapa cepat waktu dan kesempatan pergi. Oleh karenanya marilah kita mengisi waktu-waktu kita dengan ibadah sebagai bentuk nilai ketaqwaan kepada Allah. Karena tidak ada jaminan bahwa kita bisa hidup tahun depan, Jum’at depan, atau esok hari.
Dalam sebuah hadits yang sering kita dengar disebutkan,
Jika kalian melewati taman syurga maka mampirlah. Para sahabat bertanya, ‘apakah yang dimaksud taman syurga itu?’ Maka dijawab oleh Beliau Saw: ‘Majelis dzikir!’
Salah satu produk hasil majelis dzikir adalah Ahlul Karam (Orang terhormat dan dimuliakan) Allah SWT. Dalam kehidupan dunia ini disebut sebagai kaum selebritis.
Selebritis sering dianggap idola banyak orang karena ada yang disukai darinya, sehingga banyak yang memperbincangkan, membangga-banggakan, atau meniru gaya hidup.
Di akhirat pun juga ada selebritis. Tapi, kebanyakan mereka tidak dikenal dalam kehidupannya sebagai orang yang memiliki derajat yang tinggi. Oleh karenanya, Allah merasa perlu untuk memperkenalkan mereka kepada khalayak. Dalam sebuah kadits Qudsi disebutkan ‘Jika engkau menyebut-Ku di hadapan orang banyak maka Aku akan menyebut engkau di hadapan khalayak yang lebih ramai daripada itu”. Dan pernyataan tersebut dibuktikan nanti di akhirat. Orang yang rajin dan senang berdzikir akan diperkenalkan di hadapan orang banyak agar ia dikenal dan menjadi terkenal di alam kehidupan nanti.
Kalau selebritis dunia ada masa pasang surut kehidupannya. Kadang kala naik, dan terkadang ia turun akibat nasib dan perilaku yang membuatnya pudar pamor selebritisnya, alias ‘kurang laku’ atau ‘paceklik order’. Tapi, selebritis akhirat tidak mengalami pasang surut. Statusnya konstan, dan selamanya ia berpredikat selebritis.
Mari kita simak teks hadits berikut yang berkenaan dengan masalah tersebut tadi,
Rasulullah Saw bersabda:
لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
"Tidak berkumpul suatu kaum di sebuah rumah Allah dan mereka berdzikir kepada Allah kecuali hinggap kepada mereka ketenangan, turun kepada mereka rahmat dan malaikat mengelilingi mereka serta Allah menyebut-menyebut mereka di hadapan orang-orang yang berada di sisiNya." (HR. Muslim: 2700)
Rasulullah SAW bersabda: “Orang-orang yang berkumpul di padang mahsyar akan mengetahui siapa Ahlul Karam’. Ditanyakan oleh sahabat: ‘Siapakah Ahlul Karam itu?’ Jawab Rasulullah SAW: “Yaitulah orang-orang yang suka menghadiri majelis dzikir”. (HR. Ibnu Hibban)
Sebelum kita membahas teks hadits di atas, mari kita renungkan kondisi di padang mahsyar nanti. Pada saat itu, Allah mengelompokkan manusia bukan berdasarkan ras, suku, jenis kelamin, strata jabatannya, tingkatan ekonominya, derajat bangsawannya, keturunannya, pintar-bodohnya, dan sebagainya. Allah hanya mengelompokkan manusia saat itu hanya dengan 2 (dua) kategori, yang beriman atau kafir (ingkar).
Allah memperkenalkan sebuah kelompok terhormat kepada seluruh manusia yang ada saat itu dengan menaiki sebuah mimbar yang tinggi agar diketahui dan disaksikan oleh manusia yang menatapnya. Satu persatu mereka menaiki panggung untuk diperkenalkan.
Selebritis akhirat bukanlah mereka yang mengumbar dan mempertontonkan auratnya sebagaimana selebritis dunia saat ini. Mereka pada umumnya tidak diperhitungkan sewaktu di dunia. Orang yang pernah mengenalnya di dunia akan merasa terperangah, kaget dan heran melihatnya. Karena apa yang mereka saksikan sewaktu hidup di dunia.
Tentu, yang namanya selebritis sedang naik panggung. Penampilannya berbeda dengan mereka yang memandangnya dengan penuh kekaguman. Wajahnya bersinar bagai cahaya rembulan. Pakaiannya menyibak aroma keharuman yang menyegarkan bagi yang menciumnya. Mereka yang melihat akan merasa iri, dan berebut ingin mendekatinya.
Itulah orang-orang yang terhormat (Ahlul Karam) di sisi Allah. Yang dimuliakan karena amalnya sewaktu hidup di dunia. Yakni, orang-orang yang hatinya tertambat di Rumah Allah (masjid) untuk berdzikir kepada-Nya. Bahkan para Nabi dan Rasul pun iri kepada mereka atas apa yang didapatinya (yaghbithuhumul Anbiyaa’).
Pada masa Rasululllah Saw, majelisnya tetap dibuka meski yang hadir 2 orang saja. Hal ini menunjukkan betapa bernilai majelis dzikir itu. Dan dalam suatu riwayat majelis dzikir disebut dengan taman syurga, yang jika manusia mengetahui kelebihannya niscaya akan mempertaruhkan nyawa untuk memperebutkannya.
Betapa tinggi penghargaan Allah bagi mereka yang hadir di majelis dzikir, sehingga duduknya saja sudah mendapatkan keutamaan yang luar biasa. Langkah awal untuk meraih predikat Selebritis Akhirat (Ahlul Karam) itu adalah istiqamah datang ke masjid. Yakni dalam rangka sholat berjama’ah, berdzikir, menuntut ilmu, serta ibadah lainnya.

Majelis Dzikir & Ilmu Berkembang setiap masa
Dalam beberapa qaul Ulama majelis ilmu masuk dalam kategori taman syurga yang dimaksud hadits. Berdasarkan ayat Fas-aluu ahladz dzikri in kuntum laa ta’lamuun.
Polemik tentang dzikir dan prakteknya sering dipermasalahkan karena praktek dzikir yang ada pada masa Rasulullah Saw tidak berkembang seperti masa sekarang ini. Seperti membaca dzikir bersama-sama (berjama’ah) dengan bersuara jahar, dan lainnya. Jika kita perhatikan, majelis ilmu pun demikian. Majelis ilmu yang dikembangkan pada masa Rasulullah Saw juga tidak seperti sekarang ini.
Adanya seminar, kuliah subuh, kultum, tabligh akbar, pembuatan tesis-skripsi, pendidikan berjenjang S1-S2-S3, dan sebagainya adalah bentuk pengembangan majelis ilmu yang tidak ada pada masa Rasulullah Saw. Tentu di sini dapat disimpulkan bahwa baik majelis dzikir maupun majelis ilmu yang keduanya merupakan bagian rangkaian peribadatan Islam yang mengalami perkembangan. Oleh karenanya terasa tidak bijak apabila dalam prakteknya majelis ilmu dapat mengalami pengembangan (tajdid) sedangkan majelis dzikir tidak.
Ketika kita melihat orang menangis saat berdzikir dan menjerit karena khasy-yah (takut) kepada Allah, maka positif thinking kita menilai ‘betapa seriusnya ia menjalankan ibadah dzikir!’ Bukan negatif thinking yang ia kedepankan. Sebab dalam Al-Quran disebutkan ahwal orang-orang yang takut kepada Allah tersebut dengan sebutan ‘wajilat qulubuhum’ bergetar hatinya ketika mendengar ayat Allah atau ‘khorruu sujjadaw wabukiyyaa’ jatuh tersungkur sujud sambil menangis. Hal ini hanya bisa dicapai dengan latihan dzikir yang terus menerus (konsisten) di majelis dzikir. Tentu, ahwal seperti ini mempunyai kaifiyat (tata cara) tertentu yang diatur oleh seorang Mursyid yang mengerti.  Dzikir jahar dan khafi memiliki penempatan masing-masing yang tidak boleh keliru dalam mengaplikasikannya. Hal ini membuktikan luasnya kebijakan Islam.
Oleh karenanya umat Islam seyogyanya dapat memahami kondisi perubahan yang terjadi di tengah fenomena keberagamaan saat ini. Sehingga bisa bersikap bijak menempatkan ucapan dan perilaku di tengah kemajemukan pandangan dan pikiran umat agar Islam tidak berpecah belah hanya karena berbeda manhaj (cara) semata dalam menerapkan ajaran Islam ini.
Semoga kita memiliki harapan menjadi selebritis (Ahlul Karam) di sisi Allah, dengan meningkatkan amal ibadah kita di Rumah Allah.