Seleb Akhirat
Suatu saat Allah akan membangga-banggakan
hamba-hamba pilihan-Nya di hadapan seluruh makhluk.
Ahlul Karam (Selebritis)
Hidup
ini hanya sekali. Tidak ada orang yang dipanggil Allah kembali lagi.
Betapa berharganya peluang hidup yang hanya sekali ini sehingga banyak
orang-orang yang menyesal karena tidak mampu memanfaatkannya. Jika kita
menimbang sisa umur kita, terasalah betapa cepat waktu dan kesempatan
pergi. Oleh karenanya marilah kita mengisi waktu-waktu kita dengan
ibadah sebagai bentuk nilai ketaqwaan kepada Allah. Karena tidak ada
jaminan bahwa kita bisa hidup tahun depan, Jum’at depan, atau esok hari.
Dalam sebuah hadits yang sering kita dengar disebutkan,
Jika
kalian melewati taman syurga maka mampirlah. Para sahabat bertanya,
‘apakah yang dimaksud taman syurga itu?’ Maka dijawab oleh Beliau Saw:
‘Majelis dzikir!’
Salah satu produk hasil majelis dzikir adalah Ahlul Karam (Orang terhormat dan dimuliakan) Allah SWT. Dalam kehidupan dunia ini disebut sebagai kaum selebritis.
Selebritis
sering dianggap idola banyak orang karena ada yang disukai darinya,
sehingga banyak yang memperbincangkan, membangga-banggakan, atau meniru
gaya hidup.
Di
akhirat pun juga ada selebritis. Tapi, kebanyakan mereka tidak dikenal
dalam kehidupannya sebagai orang yang memiliki derajat yang tinggi. Oleh
karenanya, Allah merasa perlu untuk memperkenalkan mereka kepada
khalayak. Dalam sebuah kadits Qudsi disebutkan ‘Jika engkau menyebut-Ku
di hadapan orang banyak maka Aku akan menyebut engkau di hadapan
khalayak yang lebih ramai daripada itu”. Dan pernyataan tersebut
dibuktikan nanti di akhirat. Orang yang rajin dan senang berdzikir akan
diperkenalkan di hadapan orang banyak agar ia dikenal dan menjadi
terkenal di alam kehidupan nanti.
Kalau
selebritis dunia ada masa pasang surut kehidupannya. Kadang kala naik,
dan terkadang ia turun akibat nasib dan perilaku yang membuatnya pudar
pamor selebritisnya, alias ‘kurang laku’ atau ‘paceklik order’. Tapi,
selebritis akhirat tidak mengalami pasang surut. Statusnya konstan, dan
selamanya ia berpredikat selebritis.
Mari kita simak teks hadits berikut yang berkenaan dengan masalah tersebut tadi,
Rasulullah Saw bersabda:
لاَ
يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
"Tidak
berkumpul suatu kaum di sebuah rumah Allah dan mereka berdzikir kepada
Allah kecuali hinggap kepada mereka ketenangan, turun kepada mereka
rahmat dan malaikat mengelilingi mereka serta Allah menyebut-menyebut mereka di hadapan orang-orang yang berada di sisiNya." (HR. Muslim: 2700)
Rasulullah SAW bersabda: “Orang-orang yang berkumpul di padang mahsyar akan mengetahui siapa ‘Ahlul Karam’. Ditanyakan oleh sahabat: ‘Siapakah Ahlul Karam itu?’ Jawab Rasulullah SAW: “Yaitulah orang-orang yang suka menghadiri majelis dzikir”. (HR. Ibnu Hibban)
Sebelum
kita membahas teks hadits di atas, mari kita renungkan kondisi di
padang mahsyar nanti. Pada saat itu, Allah mengelompokkan manusia bukan
berdasarkan ras, suku, jenis kelamin, strata jabatannya, tingkatan
ekonominya, derajat bangsawannya, keturunannya, pintar-bodohnya, dan
sebagainya. Allah hanya mengelompokkan manusia saat itu hanya dengan 2 (dua) kategori, yang beriman atau kafir (ingkar).
Allah
memperkenalkan sebuah kelompok terhormat kepada seluruh manusia yang
ada saat itu dengan menaiki sebuah mimbar yang tinggi agar diketahui dan
disaksikan oleh manusia yang menatapnya. Satu persatu mereka menaiki
panggung untuk diperkenalkan.
Selebritis
akhirat bukanlah mereka yang mengumbar dan mempertontonkan auratnya
sebagaimana selebritis dunia saat ini. Mereka pada umumnya tidak
diperhitungkan sewaktu di dunia. Orang yang pernah mengenalnya di dunia
akan merasa terperangah, kaget dan heran melihatnya. Karena apa yang mereka saksikan sewaktu hidup di dunia.
Tentu,
yang namanya selebritis sedang naik panggung. Penampilannya berbeda
dengan mereka yang memandangnya dengan penuh kekaguman. Wajahnya
bersinar bagai cahaya rembulan. Pakaiannya menyibak aroma keharuman yang
menyegarkan bagi yang menciumnya. Mereka yang melihat akan merasa iri,
dan berebut ingin mendekatinya.
Itulah orang-orang yang terhormat (Ahlul Karam) di sisi Allah. Yang dimuliakan karena amalnya sewaktu hidup di dunia. Yakni, orang-orang yang hatinya tertambat di Rumah Allah (masjid) untuk berdzikir kepada-Nya. Bahkan para Nabi dan Rasul pun iri kepada mereka atas apa yang didapatinya (yaghbithuhumul Anbiyaa’).
Pada masa Rasululllah Saw, majelisnya tetap dibuka meski yang hadir 2 orang saja.
Hal ini menunjukkan betapa bernilai majelis dzikir itu. Dan dalam suatu
riwayat majelis dzikir disebut dengan taman syurga, yang jika manusia
mengetahui kelebihannya niscaya akan mempertaruhkan nyawa untuk
memperebutkannya.
Betapa
tinggi penghargaan Allah bagi mereka yang hadir di majelis dzikir,
sehingga duduknya saja sudah mendapatkan keutamaan yang luar biasa.
Langkah awal untuk meraih predikat Selebritis Akhirat (Ahlul Karam) itu
adalah istiqamah datang ke masjid. Yakni dalam rangka sholat berjama’ah,
berdzikir, menuntut ilmu, serta ibadah lainnya.
Majelis Dzikir & Ilmu Berkembang setiap masa
Dalam beberapa qaul Ulama majelis ilmu masuk dalam kategori taman syurga yang dimaksud hadits. Berdasarkan ayat Fas-aluu ahladz dzikri in kuntum laa ta’lamuun.
Polemik
tentang dzikir dan prakteknya sering dipermasalahkan karena praktek
dzikir yang ada pada masa Rasulullah Saw tidak berkembang seperti masa
sekarang ini. Seperti membaca dzikir bersama-sama (berjama’ah) dengan
bersuara jahar, dan lainnya. Jika kita perhatikan, majelis ilmu pun
demikian. Majelis ilmu yang dikembangkan pada masa Rasulullah Saw juga
tidak seperti sekarang ini.
Adanya
seminar, kuliah subuh, kultum, tabligh akbar, pembuatan tesis-skripsi,
pendidikan berjenjang S1-S2-S3, dan sebagainya adalah bentuk
pengembangan majelis ilmu yang tidak ada pada masa Rasulullah Saw. Tentu
di sini dapat disimpulkan bahwa baik majelis dzikir maupun majelis ilmu
yang keduanya merupakan bagian rangkaian peribadatan Islam yang
mengalami perkembangan. Oleh karenanya terasa tidak bijak apabila dalam
prakteknya majelis ilmu dapat mengalami pengembangan (tajdid) sedangkan majelis dzikir tidak.
Ketika kita melihat orang menangis saat berdzikir dan menjerit karena khasy-yah
(takut) kepada Allah, maka positif thinking kita menilai ‘betapa
seriusnya ia menjalankan ibadah dzikir!’ Bukan negatif thinking yang ia
kedepankan. Sebab dalam Al-Quran disebutkan ahwal orang-orang yang takut
kepada Allah tersebut dengan sebutan ‘wajilat qulubuhum’ bergetar hatinya ketika mendengar ayat Allah atau ‘khorruu sujjadaw wabukiyyaa’
jatuh tersungkur sujud sambil menangis. Hal ini hanya bisa dicapai
dengan latihan dzikir yang terus menerus (konsisten) di majelis dzikir.
Tentu, ahwal seperti ini mempunyai kaifiyat (tata cara) tertentu yang
diatur oleh seorang Mursyid yang mengerti. Dzikir
jahar dan khafi memiliki penempatan masing-masing yang tidak boleh
keliru dalam mengaplikasikannya. Hal ini membuktikan luasnya kebijakan
Islam.
Oleh
karenanya umat Islam seyogyanya dapat memahami kondisi perubahan yang
terjadi di tengah fenomena keberagamaan saat ini. Sehingga bisa bersikap
bijak menempatkan ucapan dan perilaku di tengah kemajemukan pandangan
dan pikiran umat agar Islam tidak berpecah belah hanya karena berbeda
manhaj (cara) semata dalam menerapkan ajaran Islam ini.
Semoga kita memiliki harapan menjadi selebritis (Ahlul Karam) di sisi Allah, dengan meningkatkan amal ibadah kita di Rumah Allah.