Zuhud
Zuhud menurut istilah menghindari,
menjauhkan diri dari dampak negatif kehidupan dunia.
Di
tengah kehidupan yang ditunjang dengan kemajuan teknologi kita rasakan
dampak negatif yang ditimbulkan. Munculnya individu-individu yang
mengukur segala urusan dengan materi (materialistik), sehingga dalam
menempuh cita-cita dan tujuannya tidak memperhatikan prinsip yang lurus
serta mengabaikan aturan (norma). Inilah kondisi yang sangat
memprihatinkan. Banyak yang memandang dunia sebagai tujuan, dan sama
sekali tidak percaya kepada kehidupan akhirat yang abadi. Adapun jika
percaya, hanya tipis saja.
Dalam kajian Islam ada istilah yang disebut dengan Zuhud, yang dikaji secara tuntas dalam Tasawuf Islam.
Secara etimologi (bahasa), makna Zuhud tidak ada arti jika tidak disandarkan dengan idiom lainnya. Kata tersebut mesti disandarkan dengan idiom Az-Zuhdu ’an [الزهد عن] – Az-Zuhdu min [الزهد من] ( الدنيا - dun-ya ).
Menurut bahasa Az-Zuhdu fid Dun-ya artinya: menjauh, membenci dan menghindari
(dunia). Jika kita hanya berpegang dengan arti harfiah bahasa saja,
kita akan keliru mengaplikasikan makna Zuhud ini. Makna komprehensif
Zuhud ini hanya diperoleh melalui sumbernya, yakni ilmu tasawuf.
Dalam
Ilmu Tasawuf, yang disebut dengan dunia adalah dampak negatif yang
ditimbulkannya. Manusia banyak yang lupa (tidak menyadari) dampak
tersebut, (apapun aspeknya) seperti kehidupan bermasyarakat (sosial),
ekonomi, atau bernegara. Tasawuf begitu concern terhadap dampak negatif
kehidupan dunia. Rujukannya adalah,
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ {ال عمران: ۱۸۵}
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (menipu)”. (Q.S. Ali Imran: 185)
Kehidupan
dunia penuh dengan tipuan. Tipuan inilah yang disoroti tasawuf, yang
merugikan manusia dari aspek kehidupan dunia maupun akhirat.
Zuhud menurut istilah (terminologi) adalah menghindari, menjauhkan diri dari dampak negatif kehidupan dunia. Sikap zuhud adalah usaha untuk menjauhkan atau mengantisipasi dampak-dampak negatif kehidupan dunia.
Dalam ayat lain disebutkan,
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌصلى وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَقلى أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau
belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (Q.S. Al-An’am: 32)[1]
Kehidupan
dunia (secara hakiki) merupakan permainan yang tidak ada artinya.
Banyak manusia yang terjebak dalam kehidupan sehingga tidak mempunyai
visi yang produktif untuk kehidupannya yang lebih baik dan kekal, dan
yang diperoleh hanyalah kebahagiaan yang sementara yang berujung kepada
penderitaan dan kerugian.
Jika
kaitkan dengan makna Zuhud yang berarti lari, menghindar dan membenci
dunia, maka yang dimaksud adalah menetralisir dampak negatifnya.
Definisi zuhud yang benar akan diperoleh dengan pemahaman ini, yakni
usaha yang kuat seorang hamba untuk menghindari dari dampak-dampak
negatif dunia. Seperti penyakit tamak, cinta kepada dunia yang
berlebih-lebihan, materialistik (segalanya diukur dengan materi).
Inilah pentingnya makna Zuhud dalam kehidupan umat manusia, adanya keseimbangan (tawazun)
antara kehidupan dunia dan akhirat, kebutuhan fisik (jasamani) dan
psikis (ruhani). Inilah solusi bagi umat manusia dan orang yang beriman
agar mendapat kehidupan dunia dan akhirat yang hasanah. Konsep Zuhud
inilah yang amat penting diamalkan oleh setiap pribadi muslim.
Dampak
negatif dunia yang didukung dengan kemajuan teknologi menyebabkan
akses-akses kejahatan dan kezhaliman menjadi mudah. Kenyataan ini
menyebabkan seorang hamba yang menghayati nilai ajaran Zuhud semakin
berhati-hati dalam menempuh berbagai keputusan dalam kehidupannya.
Bagi
mereka yang menjalani konsep Zuhud, dunia ini dinilai sebagai sarana
(alat) bukan tujuan. Kehidupan dunia dalam pandang0annya adalah
sepenggal episode perjalanan dari sekian perjalanan panjang hingga
menuju kepada Allah SWT.
Rasulullah Saw memberikan gambaran kehidupan dunia ini,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. {رواه البخاري}
“Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang yang asing atau orang yang melewati jalan!”
Dunia ini adalah tempat mengembara, dan kembali menuju kehidupan abadi (akhirat).
Orang
yang zuhud memandang dunia sebagai ujian Allah SWT. Manusia lahir ke
dunia tanpa meminta dan usaha. Umur dan karakter yang diberikan
berbeda-beda menunjukkan bahwa kehidupan dunia adalah bukan miliki
manusia, tapi sebagai ujian saja.
Banyak
problem yang mengelilingi kehidupan manusia sebagai seleksi kualitas di
hadapan-Nya. Orang yang zuhud tidak menjadikan seluruh problematika
yang membentang sebagai beban berat bagi dirinya. Bahkan rintangan ujian
tersebut dihadapinya dan diolah sedemikian rupa menjadi energi atau
kekuatan bagi dirinya.
Sebagai
contoh ketika seseorang memasuki samudera lautan akan menghadapi badai
yang menghalangi perjalanan. Bagi mereka yang piawai mengendalikan
perahunya, ia akan mengubah haluan layar supaya angin besar tersebut
tidak menghambat lajunya perahu. Orang yang beriman dengan janji Allah,
badai kehidupan dijadikannya sebagai power (kekuatan) untuk mendorong
semakin laju perjalanannya sampai kepada tujuan Ridha Allah SWT.
Dengan
konsep zuhud seseorang akan mendapatkan energi untuk senantiasa
berhati-hati dengan kehidupan dunia, karena kehidupan dunia ini banyak
mengandung ujian. Ketika konsep ini dipahami dan dihayati maka ia akan
terus melangkah meniti Shirotol Mustaqim. Cita-cita dan harapan
serta paradigma berfikirnya akan jauh menjangkau kepada hari keabadian.
Ia tidak silau dengan gemerlap duniawi sebab akhirat itu lebih baik dan
kekal [wal aakhirotu khoyruw wa abqoo].[2]
Kehidupan
dunia dan akhirat yang hasanah merupakan cita dan harapan besar bagi
orang-orang yang zuhud. Ketika kita terus memahami konsep zuhud, kita
akan senantiasa menjadi hamba yang penuh ampunan dan ridha Allah SWT.
Lq, 6 Mei 2013
[1] Lihat Surat Al Hadid ayat 20 dan Muhammad: 36.