Malam
itu dengan berbagai hajat dan masalah hidup yang tengah dihadapi, wak
dul seperti biasa menghibur diri sekaligus ngalap berkah dan ilmu dengan
menghadiri pengajian rutin yang diasuh oleh almarhum KH. Hasyim Rofi’i.
waktu itu KH. Hasyim Rofi’i tengah menjelaskan tentang Nabi Khidir,
diceritakan bahwa tidak sembarang orang bisa berjumpa dengan nabi
khidir, biasanya kalau tidak wali ya calon wali atau orang beruntung
yang ditemui dan mendapatkan doa makbul dari sosok misterius bernama
khidir. Lebih jauh lagi penjelasan dari Kyai tersebut adalah adanya
amalan khusus untuk orang awam agar dapat berjumpa dengan Nabi Khidir.
Setelah
pengajian yang berkesan itu, wak dul menjadi terinspirasi akan hal
ajaib dan makbulnya hajat jika mampu berjumpa dengan Nabi khidir. Dengan
niat untuk ngalap berkah sang nabi, wak dul mem “follow up”i dengan
sowan ke ndalem KH. Hasyim Rofi’i, diutarakanlah niatnya untuk meminta
ijazah amalan agar dapat berjumpa dengan sosok misterius tersebut.
Ijazah telah diberikan, wirid khusus tersebut harus diamalkan selama 40
hari dan dihari yang ke 40 tepat di tengah malam pengamal harus membaca
wirid itu didekat aliran air (bisa sungai atau laut) karena Nabi khidir
suka berada didaerah yang “berair”.
Usai
mendapat amalan tersebut, wak dul yang setiap harinya berjualan tembakau
ini langsung menjalankan amalan tersebut dengan penuh optimis. Pada
malam itu dibacalah wirid khusus ajaib itu dan tepat pada malam ke 40
(sesuai dengan ijazah sang kyai) wak dul membaca wirid itu di dekat
sungai, ya.. sembari berharap dapat berjumpa dengan sang Nabi. Namun,
hingga subuh berkumandang, sosok yang ditunggu tersebut tidak jua hadir.
Apa daya,, dengan wajah yang sayu wak dul pulang dengan termenung.
Pagi
itu juga beliau sowan lagi ke Ndalem KH. Hasyim Rofi’i, menyampaikan
progress report atas amalan yang 40 hari ini telah ia lakukan. Dengan
perasaan yang sedih wak dul berkeluh kesah karena tak jua bersua dengan
Khidir. Kyai meminta wak dul bersabar dan mengulangi lagi amalan khusus
itu hingga niatannya terlaksana, disertai doa semoga amalan kali ini
diterima oleh Allah azza wa jalla.
Hari
itu rupanya menjadi hari yang penuh tamu bagi KH. Hasyim Rofi’i, hilir
mudik tamu dari berbagai desa dan kota bergantian meminta nasehat dan
saran atas berbagai permasalahan hidup yang mereka hadapi. Tak
terkecuali wak man yang sore itu sowan ke ndalem kyai. Wak man yang
setiap harinya bekerja “nyelandang” mencari ikan menyampaikan niatnya
yang selama ini terpendam. Dengan menangis seduh, wak man mengatakan
niatnya yang ingin pergi haji. Namun apadaya kondisi ekonomi yang serba
kekurangan membuat niatan itu terasa mustahil, hanya hal ajaiblah yang
mampu membuat niatannya terkabul. Wakman teringat cerita temannya
tentang seorang pedagang lontong yang bisa naik haji karena telah
berjumpa dengan nabi khidir. Karena cerita itu wak man meminta doa untuk
bisa berjumpa dengan nabi khidir, tak pelak sore itu juga sang kyai
memberikan ijazah berupa wirid yang harus dibaca ditengah malam selama
40 hari dan tepat di hari yang ke 40 wirid itu harus dibacakan di dekat
daerah yang berair seperti sungai, danau atau laut. “wah pas, kebetulan
kerjaanku nylandang ikan di sungai” gumam wak man dalam hati. Penuh
semangat wak man menjalankan amalan pada malam itu juga.
Usai
sudah 39 hari amalan wirid ajaib dari sang kyai dijalankan, tinggal
nanti malam tepat pada hari yang ke 40 amalan itu di baca didekat daerah
yang berair. Entah karena kebetulan, baik wak dul dan wak man sama-sama
memilih sungai sebagai tempat menanti Nabi Khidir. Wak dul yang
pedagang rokok tembakau membaca amalan itu sambil memancing di pinggiran
sungai rejoso. Sedang wak man yang memang kerjaannya nyelandang ikan
membaca amalan itu sambil nyelandang menanti perjumpaan dengan nabi
khidir. Tanpa saling kenal dan memang kebetulan, wak man ternyata juga
nyelandang di sungai rejoso. Sambil memancing, mulut wak dul komat-kamit
membaca amalan.
Suasana
sepi, hanya desiran air yang menemani. Sejam kemudian selang dari
amalan itu selesai dibacakan, wak dul melihat hal yang aneh. Tidak
seperti biasanya ada orang yang di tengah malam nyelandang ikan
sendirian. Nabi khidir memang dikenal tampil nyelenah ketika menjumpai
seseorang. Tanpa pikir panjang wak dul langsung melompati “nabi khidir”
itu dari tepi sungai, dipeluk dan diciumlah “nabi khidir” tersebut
sembari meminta barokah do’a darinya. Anehnya “nabi khidir” itu bersikap
aneh dengan meminta doa juga kepada wak dul agar dapat di takdirkan
berangkat haji. Setelah saling meminta do’a, wak dul dan “nabi” itupun
berpisah dengan berlari gembira menuju rumah.
Kisah
bahagia itu ia sampaikan kepada sang istri tercinta, wak dul pun penuh
haru karena amalan itu akhirnya berhasil. Bersama istri pagi itu juga ia
sowan pada sang kyai dan mengisahkan kisah perjumpaannya itu. Kyaipun
mendengarkan dengan seksama cerita gembira dari wak dul. “Alhamdulillah
semoga hajat sampean segera terkabul” ucap kyai pada wak dul.
Selang
beberapa jam kemudian setelah wak dul berpamitan, wak man hadir di
ndalem kyai. Penuh antusias wak man bercerita tentang suksesnya dipeluk
dan dicium nabi khidir serta didoakan supaya lekas haji. Sembari curiga
dan merasa ada yang aneh, sang kyai meminta wak man untuk tenang dan
pelan-pelan dalam menyampaikan ceritanya. Wak man pun melanjutkan
ceritanya, “kyai, alhmdulillah semalam saya telah berhasil bertemu nabi
khidir, ketika saya sedang membaca wirid yang kyai ijazahkan sambil
nyelandang ikan, tiba-tiba nabi khidir datang melompat dari atas sungai
sambil memeluk dan menciumku. Akupun memeluk dan meminta didoakan agar
ditakdirkan naik haji”. Sang kyaipun menjadi semakin curiga, “di sungai
mana sampean tadi malam ketemu nabi khidir” Tanya sang kyai. “di sungai
rejoso kyai”, spontan sang kyai tertawa terbahak “itu bukan nabi khidir,
itu wak dul orang tetangga desa yang kerjaannya jualan tembakau, tadi
ia juga kesini bercerita kalau semalem berjumpa dengan nabi khidir yang
lagi nyelandang ikan di sungai rejoso, persis apa yang sampean
ceritakan”. Pucat pasi wak man bergumam “pantesan nabi khidir kok bau
tembakau….”
Kisah
nyata dan unik banyak kita jumpai menyangkut dengan sosok misterius ini,
dia adalah Balya bin Malkan atau lebih dikenal dengan nama Khidir.
Kisahnya terdokumentasi dalam lintas sejarah seperti pertemuannya dengan
nabi Musa AS. Tokoh ini selalu tampil aneh dan nyeleneh, bahkan sosok
Nabi Musapun dibuat tidak sabar dan tidak paham atas segala tingkah nabi
yang hijau ini. Ya, khidir adalah julukan karena setiap daerah yang ia
tinggali akan menjadi ijo royo-royo. Kalangan sufi meyakini bahwa Khidir
adalah seorang Nabi pembawa nubuwat untuk para wali, kisahnya yang
selalu hadir dalam segala jaman membuat banyak yang berkeyakinan bahwa
Khidir adalah manusia yang umurnya dipanjangkan. Beliau menjadi patih
bagi raja iskandar agung, dan juga pernah menjadi guru dari Nabi Musa
AS.
Para
sufi meyakini nabi khidir menjadi pembimbing bagi para wali, menjadi
mursyid yang akan membaiat dan membawa seseorang menjadi wali. Tidak
heran banyak cerita dan kisah dari para wali berkenaan dengan sosok
misterius ini. Bahkan ada semacam amalan khusus agar dapat berjumpa
dengan nabi khidir, sekalipun amalan tersebut berkonsekuensi berhasil,
atau gagal atau bertemu tapi tidak menyangka bahwa yang ditemuinya itu
adalah nabi khidir.
Ada
kisah dari seorang kyai yang bercerita sambil menangis seduh bahwa
pengemis yang dijumpainya siang itu ternyata adalah nabi khidir. Sang
kyai itu tiba dari luar kota dengan naik bis, setiba di terminal uangnya
habis untuk membeli kitab dan hanya tinggal sekitar Rp. 2500,- untuk
naik angkot dan naik becak menuju pondok. Siang itu ketika berada diatas
angkot ada seorang pengemis yang datang menghampiri kyai di dalam
angkot yang lagi ngetime. Sang kyai pun memberi uang receh, namun sang
pengemis menolak dan meminta uang 2500 yang ada di dalam kantong sang
kyai. Sang kyai diam dan mengacuhkannya hingga pengemis tadi diusir oleh
supir angkot tersebut.
Malam
hari dalam mimpi Nabi khidir hadir dan berkata “kamu ini pelit, takut
gak pulang padahal temanmu banyak dan kamu juga kyai, tinggal telepon
pasti banyak yang mau nganterin atau jemput. lagian tidak pantas kyai
kok naik angkot”.
Nabi
khidir memang hadir dalam wujud aneh yang tak terduga, wujud yang
menggambarkan diri kita sebenarnya. Jika merasa suci maka akan
ditampakkan wujud yang terlihat hina, jika merasa pintar maka akan
ditampakkan dalam wujud yang terlihat bodoh dan gila jika mersa bersih
maka akan ditampakkan wujud yang kotor dan ashor, begitu seterusnya.
Orang yang mengharap perjumpaan dengan Khidir namun dalam hatinya masih
memandang kesucian diri, kesombongan amal dan merasa lebih baik dari
manusia yang lain maka tak akan dapat menemui khidir dalam pengembaraan
spiritualnya, kalaupun dapat bertemu akan berakhir sesal Karena acuh tak
menyangka dengan sosok yang ia jumpa. Itulah mengapa ketika Musa merasa
bahwa ia adalah manusia yang paling sholeh dan alim di hadapkan untuk
bertemu dengan khidir oleh Allah.
Kondisi
spiritual seperti itu akan terus terjadi sampai tahap dakian hati tiada
lagi memandang rendah dan hina manusia yang lain, penuh tawadhu’
seperti yang pernah didefinisikan oleh abu yazid al busthomi bahwa
“tawadhu’ itu jika engkau merasa bahwa tidak ada manusia lain yang lebih
jelek dan lebih hina selain dirimu”.
Teringat
kisah sayidina Adenan, usai menamatkan sekolahnya di madrasah sang
ayah, beliau berpamitan kepada ayahnya untuk berangkat mengamalkan ilmu
di kota Aden (Yaman). Namun sang ayah meminta kepadanya satu syarat
ringan dan harus malam itu juga untuk dibawakan mahluk yang lebih rendah
dan lebih hina dari sayidina Adenan. Karena syarat itu dirasa mudah,
maka bergegaslah sayidina Adenan mencari orang atau mahluk yang lebih
rendah darinya. Beliau diperjalanan berjumpa dengan seorang PSK dan
hendak membawa PSK ini kehadapan ayah karena lebih rendah dari dirinya,
namun niatan itu urung karena beliau teringat kisah PSK yang masuk surga
karena memberi minum anjing kehausan dengan sepatunya, bagaimana
denganku jika amalku tak mendapat ridhonya sedang Allah meridhoi satu
saja amalnya, gumamnya. Kemudian berjalan lagi dan bertemu dengan maling
yang dikejar oleh orang ramai, beliau ikut mengejar dan merasa bahwa
maling itu pasti lebih hina darinya Karena telah menyusahkan banyak
orang. Namun ditengah kejarannya, beliau berfikir bagaimana jika nanti
maling itu bertobat dan Allah mengampuni dosanya sedang dosa beliau
tidak diampuni oleh Allah, beliau urungkan niat itu.
Penuh
keputusasaan beliau mencari, ternyata sulit mencari orang yang lebih
hina ketimbang dirinya. Di tengah jalan terlihatlah seekor anjing penuh
kudisan. Beliau hampiri anjing kurus itu namun anjing justru berlari dan
menjauh, beliau ambil sepotong roti dan memberikannya pada anjing yang
lapar itu. Anjing itu mendekat dan perlahan menjadi nurut dengan
Sayidina Adenan sang pemberi roti. Dibawalah anjing itu ke hadapan sang
ayah, namun di perjalanan beliau berpikir “anjing ini nurut sekali
dengan siapa yang memberinya makan, sedang aku pada Allah yang memberiku
hidup tidak setaat ini..” walhasil beliau melepaskan anjing itu.
Tepat
menjelang subuh beliau pulang dan menangis dihadapan sang Ayah, beliau
berkata tidak menemukan manusia dan hewanpun yang lebih jelek ketimbang
dirinya. Mendengar cerita itu sang Ayah puas dan megizinkan dengan ridho
sang anak berdakwah dikota Aden. Kota Aden yang terkenal maju dan ketat
penjagaan oleh askar, tidak sembarang orang bisa masuk dan tinggal di
kota itu apalagi mengajar, karena di kota itu telah banyak para Syekh
dan alim ulama. Setibanya di gerbang kota, satu persatu orang yang akan
masuk diperiksa oleh para askar dan ditanya keperluannya apa. Tibalah
giliran sayidina adenan untuk ditanya dan beliau menjawab keperluannya
untuk mengajar di kota Aden. Para askar tertawa Karena di kota aden
telah banyak ustadz dan ulama yang mumpuni dan tidak lagi menerima
pengajar baru, mereka melarang beliau untuk masuk ke kota Aden. Rupanya
sayidina Adenan sangat ingin mengajar di kota Aden dan terus meminta
Para Askar untuk membolehkannya masuk hingga salah seorang askar itu
mengatakan akan membolehkan masuk dan mengajar di kota Aden jika mampu
mendatangkan hujan susu. Sejurus kemudian Sayidian Adenan sholat dua
rokaat dan berdoa maka karomah itu muncul, hujan susu melanda kota aden
dan sampai saat ini peninggalan hujan susu itu tersimpan dalam botol di
museum kota Aden.
Sikap
memandang mulia dan Khusnudzon pada manusia ini pulalah yang pernah
dipesankan oleh Romo Kyai Hamid Pasuruan pada KH. Muzzaki Syah Jember
ketika beliau hendak berangkat Haji. Romo Kyai Hamid Berpesan bahwa
“nanti seluruh orang disana sampean anggap sebagai wali semua walaupun
sikap dan prilakunya macem-macem, yang tidak wali Cuma sampean”.
Melihat
sikap sopan, loman dan tawadhu’nya Romo Kyai hamid pada semua orang,
baik yang tua maupun yang muda (sampai anak kecilpun di basani ) sikap
tersebut ternyata tidak hanya berlaku di tanah suci, tapi dimanapun Romo
Kyai Hamid berada. Maka tak heran beliau berada di Maqom yang agung.
Begitulah,
jika perjumpaan dengan Khidir adalah indikator tingkat spiritualitas
para sufi dan salikun maka syarat utama untuk dapat jumpa dan kenal
dengan Khidir adalah dengan menganggap manusia apapun kedudukannya dan
tampilannya adalah sama, yang wajib dihormati tanpa beda dan tidak
merasa lebih baik, lebih suci dan lebih mulia dari manusia yang lain.
Perjumpaan
dengan khidir memerlukan beberapa kali perjumpaan yang “menggoda”,
khidir akan dijumpai sebagai sosok aneh yang tak terduga dan itu adalah
tampilan dari diri yang dijumpa hingga diri yang dijumpa memandang
seluruh manusia dengan rasa kasih dan cinta tanpa beda. Jika sudah
seperti itu, maka Khidir akan datang dengan rupa asli yang rupawan,
berusia sekitar 35 tahun dan berjenggot sedikit tanpa berkumisan, sesuai
dengan yang para Arifin ceritakan.
Wallahu A’lam
Jika ada yang telah berjumpa bisa bagi kisahnya ya…