وَاَنْ لَيْسَ لِلْلاِءنْسنِ اِلاَّ مَاسَعَى
“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali
apa yang telah dia kerjakan”. (QS An-Najm 53: 39)
Juga hadits Nabi MUhammad SAW:
اِذَامَاتَ ابْنُ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
“Apakah anak Adam mati, putuslah segala
amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqoh jariyah, ilmu yang
dimanfa’atkan, dan anak yang sholeh yang mendo’akan dia.”
Mereka sepertinya, hanya secara
letterlezk (harfiyah) memahami kedua dalil di atas, tanpa menghubungkan dengan
dalil-dalil lain. Sehingga kesimpulan yang mereka ambil, do’a, bacaan
Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang mati. Pemahaman itu
bertentangan dengan banyak ayat dan hadits Rasulullah SAW beberapa di antaranya
:
وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلاِءخْوَنِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمن
“Dan orang-orang yang datang setelah
mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara
kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)
Dalam hal ini hubungan orang mu’min
dengan orang mu’min tidak putus dari Dunia sampai Akherat.
وَاسْتَغْفِرْلِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنتِ
“Dan mintalah engkau ampun (Muhammad)
untuk dosamu dan dosa-dosa mu’min laki dan perempuan.” (QS Muhammad 47: 19)
سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ افَيَنْفَعُهَا اِنْ تَصَدَّقْتَ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ
“Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi
SAW; Ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah mati, apakah berguna bagi saya,
seandainya saua bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab; yaa berguna untuk
ibumu.” (HR Abu Dawud).
Dan masih banyak pula dalil-dalil yang
memperkuat bahwa orang mati masih mendapat manfa’at do’a perbuatan orang lain.
Ayat ke 39 Surat An-Najm di atas juga dapat diambil maksud, bahwa secara umum
yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan, sehingga seseorang
tidak menyandarkan kepada perbuatan orang, tetapi tidak berarti menghilangkan
perbuatan seseorang untuk orang lain.
Di dalam Tafsir ath-Thobari jilid 9 juz
27 dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan tatkala Walid ibnu Mughirah masuk
Islam diejek oleh orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; “Kalau engkau
kembali kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang menanggung
siksaanmu di akherat”.
Maka Allah SWT menurunkan ayat di atas
yang menunjukan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, bagi
seseorang apa yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan
seseorang untuk orang lain, seperti do’a kepada orang mati dan lain-lainnya.
Dalam Tafsir ath-Thobari juga dijelaskan,
dari sahabat ibnu Abbas; bahwa ayat tersebut telah di-mansukh atau digantikan
hukumnya:
عَنِ ابْنِى عَبَّاسٍ: قَوْلُهُ تَعَالى وَأَنْ لَيْسَ لِلاِءنْسنِ اِلاَّ مَا سَعَى فَأَنْزَلَ اللهُ بَعْدَ هذَا: وَالَّذِيْنَ أَمَنُوْاوَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِيَتُهُمْ بِاِءْيمنٍ أَلْحَقْنَابِهِمْ ذُرِيَتَهُمْ فَأَدْخَلَ اللهُ الأَبْنَاءَ بِصَلاَحِ اْلابَاءِاْلجَنَّةَ
“Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman
Allah SWT Tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian
Allah menurunkan ayat surat At-Thuur; 21. “dan orang-orang yang beriman, dan
yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan anak
cucu mereka dengan mereka, maka Allah memasukkan anak kecil ke surga karena
kebaikan orang tua.”
Syaekhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyah
dalam Kitab Majmu’ Fatawa jilid 24, berkata: “Orang yang berkata bahwa do’a
tidak sampai kepada orang mati dan perbuatan baik, pahalanya tidak sampai
kepada orang mati,” mereka itu ahli bid’ah, sebab para ulama’ telah sepakat
bahwa mayyit mendapat manfa’at dari do’a dan amal shaleh orang yang hidup.