Mencium Tangan Orang Yang Dihormati

blogger templates

Mencium Tangan Orang Yang Dihormati

Banyak hadits yang menyebutkan ma­salah mencium tangan. Di antaranya dari Sayyidina Jabir disebutkan bahwa Sayyidina Umar mencium tangan Rasul­ullah. Demikian diriwayatkan oleh Al-Ha­fizh Ibn Al-Muqri Al-Ashbihani. Se­dang­kan dalam riwayat dari Ummu Aban binti Al-Wari‘ bin Zari‘ dari kakeknya, Zari‘, di­sebutkan bahwa kakeknya itu, yang suatu ketika berada dalam rom­bongan Abdul Qais, mengatakan, “Ke­tika datang ke Ma­dinah, kami segera beranjak dari kenda­raan-kendaraan kami lalu mencium ta­ngan dan kaki Nabi SAW.” Hadits ini di­sebutkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dalam At-Tarikh Al-Kabir. Juga diriwayat­kan oleh Abu Daud, Ath-Thabarani, dan Ahmad.

Ibnu Jad‘an meriwayatkan bahwa Tsabit bertanya kepada Anas, “Apakah engkau pernah memegang Nabi SAW dengan tanganmu?”

Anas menjawab, “Ya.”

Maka Tsabit pun mencium tangan­nya.

Di dalam kitab Fath Al-Bari, karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, disebutkan bah­wa Abu Lubabah, Ka‘ab bin Malik, dan dua orang sahabat Ka‘ab mencium ta­ngan Nabi SAW setelah Allah menerima taubat mereka.

Dalam sebuah keterangan, Shuhaib mengatakan, “Aku melihat Ali mencium tangan dan kaki Al-Abbas.” Demikian disebutkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad. Ibnu Katsir dalam kitab­nya, Al-Bidayah wa An-Nihayah, dalam keterangan mengenai penaklukan Baitul Maqdis oleh Umar bin Al-Khaththab, mengatakan, “Ketika sampai di Syam, Umar disambut oleh Abu Ubaidah dan para pembesar, seperti Khalid bin Al-Walid. Abu Ubaidah dan Umar berjalan saling mendekat. Abu Ubaidah ingin men­cium tangan Umar sedangkan Umar ingin mencium kaki Abu Ubaidah. Abu Ubaidah menolak, maka Umar pun menolak.”

Para tokoh ulama dari berbagai madzhab pun menjelaskan bolehnya men­cium tangan. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya, Fath Al-Bari, menyebut­kan bahwa Al-Imam An-Nawawi mengata­kan, “Mencium tangan seseorang karena kezuhudannya, keshalihannya, ilmunya, kemuliaannya, atau alasan-alasan ke­agamaan lainnya, adalah sesuatu yang ti­dak makruh, bahkan disunnahkan. Te­tapi jika mencium tangan seseorang ka­rena memandang kekayaannya, kekua­saannya, atau kedudukannya di kalangan ahli dunia, itu perbuatan yang sangat dibenci.”

Al-Allamah Al-Bajuri dalam Hasyiyah-nya mengatakan, “Dan disunnahkan men­cium tangan karena alasan keshalih­an dan alasan-alasaan keagamaan lain­nya, seperti ilmu dan kezuhudan. Tetapi perbuatan mencium tangan itu dibenci apabila karena kekayaan dan alasan-alasan keduniaan yang lain, seperti ke­kuasaan atau kedudukan.”

Bukan hanya para ulama Madzhab Syafi‘i yang berpendapat demikian. Para ulama dari madzhab-madzhab lain juga menegaskan hal yang sama. Ibnu ‘Abidin, salah seorang pemuka Madzhab Hanafi, mengatakan dalam Hasyiyah-nya, “Tak apa-apa mencium tangan seorang alim yang wara‘ untuk mendapatkan keber­kahan, dan ada pula yang mengatakan bah­wa itu sunnah.” Al-Allamah Ath-Tha­hawi, pemuka Madzhab Hanafi, pun mengatakan, “Mencium tangan seorang alim atau sultan yang adil (karena keadil­annya, bukan karena kekuasaannya) ada­lah dibolehkan.” Kemudian ia mengata­kan, “Kesimpulan dari apa yang kami se­butkan adalah bahwa mencium tangan itu sesuatu yang dibolehkan.” Az-Zaila‘i dalam kitabnya, Tabyin Al-Haqaiq, mengatakan, “Dalam Al-Jami‘ Ash-Shaghir dikatakan: Asy-Syaikh Al-Imam As-Sarkhasi dan sebagian ulama mu­taakhirin membolehkan mencium ta­ngan seorang alim atau seorang yang wara‘ dengan maksud mendapatkan ke­berkahan.” Sedangkan Ats-Tsauri me­ngatakan, “Mencium tangan seorang alim atau sultan yang adil adalah sunnah.”

Al-Allamah As-Sifaraini, tokoh ulama Madzhab Hanbali, mengatakan dalam kitabnya, Ghidza’ Al-Albab, bahwa Al-Marwadzi menyebutkan, “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah (yakni Imam Ahmad bin Hanbal) mengenai men­cium tangan. Beliau menjawab, ‘Jika itu dilakukan karena alasan agama, tidak apa-apa. Tetapi bila karena alasan dunia, tidak dibolehkan.”

As-Sifaraini juga mengatakan, “Al-Hafizh Ibn Al-Jauzi menjelaskan, ‘Sepa­tutnya seorang penuntut ilmu sangat ta­wadhu’ kepada seorang alim dan meren­dahkan diri kepadanya, dan di antara ke­tawadhu’an itu adalah mencium tangan. Sufyan bin Uyainah dan Fudhail bin `Iyadh mencium Al-Husain bin Ali Al-Ja`fi; sa­lah satu dari keduanya mencium tangan­nya dan yang lain mencium kakinya.”

Dari hadits-hadits dan keterangan-ke­terangan para ulama di atas dapat disim­pulkan, mencium tangan karena alasan-alasan agama adalah dibolehkan, se­dangkan mencium tangan karena alasan dunia tidak dibolehkan.