Ekonomi Syariah Berbasis Ta`awun, Bebas Riba dan Spekulasi

blogger templates

•    Oleh : Hj. Mursyidah Thahir

Harus diakui bahwa  penguasa ekonomi dunia pada dekade terakhir saat ini adalah badan-badan multilateral tiga serangkai, yakni Bank Dunia (World Bank), IMF (International Moneter Fund) dan WTO (World Trade Organization). IMF, menguasai negara-negara yang dilanda krisis ekonomi lewat program penyesuaian struktural (SAP : Structural Adjustment Program) dengan kontrak LOI (Letter of Intents). Indonesia menjadi pasien IMF sejak krisis 1997, juga program bail-out utang swasta (obligasi). Sementara Bank Dunia mendikte strategi dan program pembangunan di negara-negara berkembang melalui pinjaman proyek dan pinjaman program berdasarkan SAP. Adapun WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) mengikat secara hukum anggota-anggotanya untuk menjalankan liberalisasi perdagangan dan ekonomi sebesar-besarnya untuk kepentingan ekspansi ekonomi negara maju. WTO menjadi super kuat karena perjanjian-perjanjiannya memaksa negara berkembang untuk membuka pasar, memaksa investasi asing sebesar 100 %, menghapus subsidi, memonopoli pengetahuan, menempatkan negara-negara maju menjadi ‘Raja’ dan menjadikan negara berkembang sebagai ‘pelayan’.
Pertanian dibuka untuk masuknya impor produk pertanian dari luar, tetapi mematikan produk pertanian dalam negeri karena kebijakan yang diterapkan  adalah  penurunan tarif dan penghapusan subsidi. Sistem ini dalam jangka pendek hanya menguntungkan spekulan yang bermain di pasar gelap dan merugikan negara berkembang, sementara  dalam jangka panjang melumpuhkan semua negara termasuk negara maju seperti Amerika dan sebagian besar Eropa saat ini.
Negara-Negara G 20 pada KTT th 2009 sepakat bahwa penyebab kebangkrutan ekonomi Amerika yang kemudian menjadi Krisis Global adalah pertama kriminal dan yang kedua spekulasi. Kebijakan pasar bebas identik dengan spekulasi, Indonesia yang dulu menjadi negara pengekspor beras terbesar di dunia kini menjadi pengimpor pangan utama. Pangan menjadi ajang spekulasi para aktor kuat (pedagang besar, importir beras dan pemburu rente).
IMF mendorong pemerintah untuk mencabut subsidi pupuk oleh Pusri dan mencabut monopoli beras oleh BULOG serta menghapus bea masuk komoditas pangan 0% untuk jenis beras, gula, kedelai, jagung dan telur. Akan tetapi di sisi lain telah terjadi pengkhianatan negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang.


Ekonomi Syariah Dan Konsep Ta`awun
Dalam konteks ekonomi, Islam sangat menjunjung tinggi demokrasi dan keadilan, yakni keadilan yang membe ri bobot yang sepadan antara para pelaku ekonomi, tidak saling merugikan, tidak diskriminatif serta tidak mengarah pada pemberian hak-hak istimewa kelas tertentu di masyarakat dengan mengabaikan kelas lainnya. Kekayaan suatu masyarakat harus dibagi secara adil di antara warga.
Dalam urusan bisnis, Islam tidak melarang hasrat pribadi untuk memperoleh keuntungan besar, asalkan hasrat itu diiimbangi dengan kejujuran, tidak mengurangi timbangan, tidak melakukan penipuan, spekulasi atau melakukan praktik ribawi. Demikian pula ketika berhasil memperoleh keuntungan besar, mereka wajib membagi kepada para dlu`afa.
Islam menawarkan konsep ta`awun (saling menolong) antar sesama paling rendah melalui kewajiban zakat mal 2,5% yang dipungut dari keuntungan usaha setiap tahun. Hal ini sangat berguna bagi pencapaian kesejahteraan di masyarakat atas dasar keadilan ekonomi dengan perhitungan selisih kekayaan antara satu orang yang paling kaya dengan sekelompok orang yang paling miskin tidak boleh melebihi 97,5 %.
Artinya bila dalam satu kota terdapat 30 orang kaya memiliki saldo masing-masing 1 milyar rupiah dan terdapat 70 orang miskin, maka 2,5% dari 30 milyar atau 750 juta rupiah adalah hak 70 orang miskin tersebut, sehingga masing-masing menerima zakat Rp. 10.502.000 per orang. Demikian pula jika negara menyusun APBN sebesar 2000 trilyun rupiah per tahun, maka pemerintah wajib mengalokasikan anggaran untuk masyarakat miskin minimal 50 trilyun rupiah.
Bandingkan konsep syariah ini dengan fakta ‘kesuksesan’ 200 TNC terbesar di dunia misalnya, selama satu tahun telah menghabiskan dana senilai Produk Domestik Bruto 163 negara miskin. Tak heran jika untuk mengatasi kelaparan di dunia dari tahun 2000 s/d 2015, hanya dicadangkan dengan investasi pertanian sebesar $180 milyar.3
Ketimpangan arus modal yang didominasi sedikit negara maju (Amerika Serikat, Jepang, Swiss, Inggris dan Perancis) menyebabkan bencana bagi ratusan negara berkembang selama kurun waktu antara tahun 1997-2007 yang pada gilirannya juga memacetkan ekonomi negara maju itu sendiri. Itulah sebabnya banyak kalangan mulai melirik sistem ekonomi alternatif. Gagasan penerapan sistem ekonomi Islam (syariah) mulai dihadirkan untuk menjadi saluran baru ketika sistem yang ada (kapitalis/liberalis) mengalami kemacetan serta menjadi pemicu krisis ekonomi dunia.
Di sejumlah negara non-muslim seperti Amerika, Inggris, Luxemburg dan Swiss mulai berdiri lembaga-lembaga keuangan syariah demi memenuhi kebutuhan masyarakat dan investor yang menginginkan transaksi keuangannya sesuai prinsip syariah. Ibarat air yang mengalir deras dari  negara-negara tersebut, penerapan perbankan syariah meluas sampai lebih dari 34 negara. Bahkan lembaga-lembaga keuangan internasional besar seperti Citibank, Chase Manhattan, Standard Chartered Bank dan lain-lainnya berlomba membuka divisi islamic banking di sejumlah negara Timur Tengah, Asia dan Eropa.
Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi syariah, tak pelak memicu bisnis asuransi harus segera menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar keuangan yang berbasis syariah.

Asuransi Syariah
1.    Definisi asuransi syari`ah
Asuransi syariah (ta`min/saling melindungi, takaful/saling menjamin atau tadhamun/saling menanggung) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/tabarru`(hibah) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
2.    Karakteristik Asuransi Syariah
a.    Terbebas dari praktek ribawi (sistem bunga).
b.    Terbebas dari transaksi yang mengandung unsur gharar (penipuan).
c.    Terbebas dari transaksi yang mengandung unsur maisir (spekulasi/gambling).
d.    Terbebas dari zhulm (penganiayaan / merugikan pihak lain / ketidakadilan).
e.    Terbebas dari risywah (praktek suap).
f.    Tidak bergerak di dalam usaha maksiat (kedurhakaan).
g.    Transparan.
3.    Akad-akad yang digunakan pada asuransi syariah
a.    Akad tabarru`, yaitu akad yang dilakukan peserta asuransi dalam bentuk hibah dengan tujuan saling menolong antar sesama peserta.
b.    Akad Wakalah Bil-Ujrah, yaitu akad di mana peserta memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi dalam pengelolaan dana mereka dengan pemberian ujrah/fee.
c.    Akad Qardh (pinjaman/dana talangan) pada asuransi, penerapannya sebagai berikut :
i.    Qardh diberikan oleh perusahaan ketika terjadi defisit underwriting sebesar defisitnya.
ii.    Pengelola dana tabarru` wajib mengembalikan dana qardh sesuai waktu yang disepakati dalam akad.
4.    Obyek wakalah bil-ujrah meliputi :
a.    Kegiatan administrasi.
b.    Pengelolaan dana.
c.    Pembayaran klaim.
d.    Underwriting.
e.    Pengelolaan portofolio risiko.
f.    Pemasaran.
g.    Investasi.
5.    Perbedaan asuransi syariah & konvensional
a.    Asuransi syari`ah konsepnya adalah saling menolong antar sesama peserta yang tertimpa musibah, sementara konsep asuransi konvensional adalah kemauan membayar kerugian sedikit yang sudah pasti untuk memperoleh pengganti kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
b.    Pada asuransi syariah, kumpulan dana tabarru` menjadi milik peserta, sementara pada asuransi konvensional kumpulan premi menjadi milik perusahaan.
c.    Pada kegiatan bisnis asuransi syari`ah dilarang melakukan praktek bisnis yang mengandung unsur gharar, riba, gambling, risywah dan obyek yang tidak halal, sementara pada asuransi konvensional tidak ada larangan untuk itu.
d.    Asuransi syari`ah berpegang pada prinsip saling menguntungkan dan saling menanggung risiko secara adil dan transparan. Dengan demikian sistem ini memiliki keunggulan yang tidak mudah diintervensi oleh sistem lain yang berbasis bunga.

•    Penulis adalah Ketua PP Muslimat NU & Ketua Dewan Pengawas Syariah PT Avrist Assurance