Secara
umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk
mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif Islam
adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta
didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik,
baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik, sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam.
Berdasarkan
pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif
Islam ialah orang yang bertanggungjawab terhadap upaya perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan
sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai
khalifah fi al-ardh maupun ‘abd sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Dalam
Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang mulia.
Posisi ini menyebabkan mengapa Islam menempatkan orang-orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding
dengan manusia lainnya. (QS. Al-Mujadilah, 58/11).
“Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu",
Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Kompetensi Profesional Guru
Secara bahasa
kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan, kecakapan, wewenang.
Menurut istilah, kompetensi adalah keadaan menjadi berwewenang atau
memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Kompetensi guru yaitu kemampuan
seorang guru untuk merespon tugas-tugasnya secara tepat. Sedangkan
profesional dapat diartikan sebagai ahli. Dengan demikian kompetensi profesional guru adalah guru yang ahli dalam merespon tugas-tugasnya secara tepat.
Dalam
pendidikan Islam, seorang pendidik / guru hendaknya memiliki
karakteristik yang dapat membedakannya dari yang lain. Dengan
karakteristiknya, menjadi ciri dan sifat yang akan menyatu dalam seluruh
totalitas kepribadiannya. Totalitas tersebut kemudian akan
teraktualisasi melalui seluruh perkataan dan perbuatannya. Dalam hal ini
an-Nahlawi membagi karakteristik pendidik muslim kepada beberapa
bentuk, yaitu:
a. Mempunyai watak dan sifat rabbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku dan pola pikirnya.
b. Bersifat ikhlas dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran.
c. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik.
d. Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkajinya lebih lanjut.
e. Mampu menggunakan metode belajar secara variasi.
f. Berlaku adil terhadap peserta didiknya.
Sementara
kriteria yang sama, al-Abrasyi memberikan batasan tentang karakteristik
pendidik, di antara kriteria karakteristik pendidik adalah:
a. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud, yaitu melaksanakan tugasnya semata-mata bukan mencari materi, akan tetapi mencari keridhaan Allah.
b. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih jiwanya dari segala marah sifat tercela.
c. Seorang pendidik seharusnya ikhlas dan tidak riya dalam melaksanakan tugasnya.
d. Seorang
pendidik hendaknya mempunyai sifat pemaaf dan memaafkan kesalahan orang
lain (terutama terhadap peserta didiknya), sabar dan sanggup menahan
amarah, senantiasa menjaga diri dan kehormatannya.
e. Seorang pendidik hendaknya menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan baik dan profesional.
Drs.
Redja Mudyaharjo juga mengungkapkan bahwa karakteristik-karakteristik
pribadi, profesional dan akademik sangat mempengaruhi keberhasilan semua
guru, di antaranya:
a. Karakteristik pribadi
1) Percaya diri
2) Rasa berkewajiban dan bertanggungjawab
3) Mempunyai suara merdu dan khas
b. Karakteristik profesional
1) Menerangkan topik-topik yang diajarkan dengan jelas
2) Menyampaikan mata pelajaran dengan jelas
3) Mempunyai organisasi mata pelajaran yang sistematis
4) Mempunyai kemampuan berekspresi
5) Mempunyai kecakapan dalam membangkitkan minat dan motivasi murid-murid.
c. Keahlian akademik
1) Mempunyai pengetahuan yang tepat tentang mata pelajaran
2) Mempunyai kemampuan menyesuaikan mata pelajaran dengan tingkat pemahaman murid.
Apabila
secara keseluruhan di daftar berurutan dari yang paling berpengaruh
maka data generalisasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai pengetahuan yang tepat tentang mata pelajaran
2. Mempunyai kemampuan menyesuaikan mata pelajaran dengan tingkat pemahaman murid
3. Menerangkan topik-topik yang diajarkan dengan jelas
4. Menyampaikan mata pelajaran dengan jelas
5. Mempunyai organisasi mata pelajaran yang sistematis
6. Percaya diri
7. Mempunyai kemampuan berekspresi
8. Mempunyai kecakapan dalam membangkitkan minat dan motivasi murid-murid.
9. Rasa berkewajiban dan tanggungjawab
10. Mempunyai suara merdu dan khas.
Menurut Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, sikap profesionalisme keguruan ada 7 macam, diantaranya:
1. Sikap terhadap peraturan perundangan
Pada butir sembilan kode etik guru Indonesia
disebutkan bahwa: “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan” (PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan di
negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun
di daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di
negara kita. Sebagai contoh, peraturan tentang berlakunya kurikulum
sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP),
ketentuan tentang penerimaan murid baru dan lain-lain.
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan kebijaksanaan pemerintah, maka kode etik guru Indonesia
mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan
dari kode etik guru. Dasar ini menunjukkan bahwa guru harus tunduk dan
taat kepada pemerintah dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga
guru Indonesia tidak mendapat pengaruh negatif dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan.
2. Sikap terhadap organisasi profesi
“Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian”.
Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi
profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian PGRI sebagai organisasi
profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna
sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru.
Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para
anggotanya, rasa tanggungjawab dan kewajiban para anggotanya.
Organisasi
PGRI merupakan suatu sistem di mana unsur pembentuknya adalah
guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan
sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
3. Sikap terhadap teman sejawat
Dalam
ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “guru memelihara hubungan
seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”. Ini
berarti bahwa : (1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan
sesama guru dalam lingkungan kerjanya, (2) Guru hendaknya menciptakan
dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam
dan di lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini kode etik guru Indonesia
menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu
diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara
sesama anggota profesi. Hubungan antara sesama anggota profesi dapat
dilihat dari dua segi:
a. Hubungan formal
Hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas kedinasan.
b. Hubungan kekeluargaan
Hubungan
persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun
dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya
keberhasilan anggota profesi.
4. Sikap terhadap anak didik
Dalam kode etik guru Indonesia dituliskan bahwa: “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa
prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan
prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU No. 2/1989 yaitu membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara
dalam sistem amongnya, tiga kalimat padat yang terkenal, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
5. Sikap terhadap tempat kerja
Hal yang perlu disadari oleh guru yaitu guru berkewajiban menciptakan suasana yang baik dalam lingkungannya. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
a. Terhadap guru sendiri
Dalam
kode etik telah dituliskan bahwa “Guru menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”.
b. Terhadap masyarakat
Dalam
menjalin kerjasama dengan masyarakat guru harus melibatkan langsung
peran masyarakat dalam menetapkan kebijaksanaan sekolah, seperti
menaikkan SPP dan lain-lain.
6. Sikap terhadap pemimpin
Sebagai
salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun
organisasi yang lebih besar (Depdikbud) guru akan selalu berada dalam
bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Pemimpin dalam suatu
organisasipun akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin
organisasinya, di mana tiap anggota dituntut untuk bekerja sama dalam
melaksanakan tujuan organisasi tersebut, kerjasama dalam melaksanakan
usulan/kritik yang membangun demi tujuan organisasi tersebut. Oleh sebab
itu, guru harus bersikap positif dalam pengertian harus bekerjasama
dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun
di luar sekolah.
7. Sikap terhadap pekerjaan
Orang
yang telah memilih suatu karier, biasanya ia akan mencintai kariernya
dengan sepenuh hati, artinya ia akan berbuat apapun agar kariernya
berhasil. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu
melayani pemakai jasa yang membutuhkannya.
Sedangkan kompetensi keguruan menurut standar internasional adalah:
a. Kompetensi kognitif
Kognitif artinya ilmu pengetahuan, kemampuan cipta.
Kemampuan kognitif meliputi:
1. Kemampuan pengetahuan kependidikan/keguruan
Misal : Kemampuan mengajar, Psikologi pendidikan, Psikologi perkembangan, Evaluasi, Merumuskan tujuan.
2. Kemampuan materi pelajaran
Misal : Guru PAI harus bisa menguasai Qur’an Hadits, B. Arab, Fiqih.
b. Kompetensi afektif
Afektif artinya rasa
Kompetensi afektif meliputi:
1. Konsep diri dan harga diri, artinya persepsi guru terhadap dirinya sendiri
2. Kemanjuran diri dan kemanjuran kontekstual
3. Sikap penerimaan diri dan sikap penerimaan orang lain.
c. Kompetensi psikomotor
Yaitu segala ketrampilan/kecakapan bersifat fisik yang berhubungan dengan tugas sebagai guru.
Misal : guru bicara dengan jelas.
Menurut Depdiknas, guru profesional Indonesia harus mempunyai 4 kompetensi, yaitu:
1. Kompetensi personal/pribadi
Misal : Guru mempunyai budi pekerti yang baik
2. Kompetensi sosial
Misal : Guru berhubungan baik dengan murid, masyarakat dan lain-lain.
3. Kompetensi pedagogik
Misal : Berpengetahuan dalam ilmu mendidik
4. Kompetensi profesional
Misal : Guru ahli dalam bidangnya.
KESIMPULAN
Sebagai
guru yang profesional, ia harus selalu meningkatkan kemampuan,
pengetahuan, sikap dan ketrampilan secara terus menerus. Sasaran
penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan,
organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin
dan pekerjaan. Di sisi lain guru juga harus mempunyai
kompetensi-kompetensi standar internasional yaitu kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotorik.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: al-Husna Zikra, 1995.
Redja Mudyaharja, Filsafat Ilmu Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
Soetjipto, dkk., Profesi Keguruan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002