Berani Gagal
“Hanya orang yang berani gagal total, akan meraih
keberhasilan total . . .”
PERNYATAAN John. F. Kennedy ini saya yakini
kebenarannya. Itu bukan
sekedar retorika, tetapi
memang sudah terbukti dalam perjalanan hidup saya.
Gagal total itulah awal
karier bisnis saya.
Pada akhir 1981, saya
merasa tak puas dengan pola kuliah yang
membosankan. Saya nekad
meninggalkan kehidupan kampus. Saat itu saya
berpikir, bahwa gagal
meraih gelar sarjana bukan berarti gagal dalam
mengejar cita-cita lain.
Di tahun 1982, saya
kemudian mulai merintis bisnis bimbingan tes
Primagama, yang
belakangan berubah menjadi ‘Lembaga
Bimbingan
Belajar Primagama’.
Bisnis tersebut saya
jalankan dengan jatuh bangun. Dari awalnya yang
sangat sepi peminat -
hanya 2 orang - sampai akhirnya peminatnya
membludak hingga
Primagama dapat membuka cabang di ratusan kota, dan
menjadi lembaga bimbingan
belajar terbesar di Indonesia.
Dalam kehidupan sosial,
memang ‘kegagalan’ itu
adalah sebuah kata yang
tidak begitu enak untuk
didengar. Kegagalan bukan sesuatu yang disukai,
dan suatu kejadian yang
setiap orang tidak menginginkannya. Kita tidak bisa
memungkiri diri kita,
yang nyata-nyata masih lebih suka melihat orang yang
sukses dari pada melihat
orang yang gagal, bahkan tidak menyukai orang
yang gagal.
Maka, bila Anda seorang
entrepreneur yang menemui kegagalan dalam
usaha, maka jangan
berharap orang akan memuji Anda. Jangan berharap
pula orang di sekitar
anda maupun relasi Anda akan memahami mengapa
Anda gagal.
Jangan berharap Anda
tidak disalahkan. Jangan berharap juga semua
sahabat masih tetap
berada di sekeliling Anda. Jangan berharap Anda akan
mendapat dukungan moral
dari teman yang lain. Jangan berharap pula ada
orang yang akan meminjami
uang sebagai bantuan sementara. Jangan
berharap bank akan
memberikan pinjaman selanjutnya.
Mengapa saya melukiskan
gambaran yang begitu buruk bagi seorang
entrepreneur yang gagal?
Begitulah masyarakat
kita, cenderung memuji yang sukses dan menang.
Sebaliknya, menghujat
yang kalah dan gagal. Kita sebaiknya mengubah
budaya seperti itu, dan
memberikan kesempatan kepada setiap orang pada
peluang yang kedua.
Apabila orang gagal, maka
tidak ada gunanya murung dan memikirkan
kegagalannya. Tetapi
perlu mencari penyebabnya. Dan justru kita harus lebih
tertantang lagi dengan
usaha yang sedang kita jalani yang mengalami
kegagalan itu.
Saya sendiri lebih suka
mempergunakan kegagalan atau pengalaman negatif
itu untuk menemukan
kekuatan-kekuatan baru agar bisa meraih kesuksesan
kembali. Sudah tentu,
kasus kegagalan dalam bisnis maupun dunia kerja,
saat krisis ekonomi kian
merebak dan bertambah. Ribuan orang terkena
Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) dan kehilangan mata pencahariannya.
Sungguh ironis, seperti
halnya kita - suka atau tidak suka - setiap manusia
pasti akan mengalami
berbagai masalah, bahkan mungkin penderitaan.
Bagi seorang
entrepreneur, sebaiknya jangan sampai terpuruk dengan
kondisi dan suasana
seperti itu. Kita harus berani menghadapi kegagalan,
dan ambil saja hikmahnya
(kejadian dibalik itu). Mungkin saja kegagalan itu
datang untuk memuliakan
hati kita, membersihkan pikiran kita dari
keangkuhan dan kepicikan,
memperluas wawasan kita, serta untuk lebih
mendekatkan diri kita
kepada Tuhan. Untuk mengajarkan kita menjadi
gagah, tatkala lemah.
Menjadi berani ketika kita takut.
Itu sebabnya mengapa saya
juga sepakat dengan pendapat Richard Gere,
aktor terkemuka
Hollywood, yang mengatakan bahwa “kegagalan itu
penting bagi karier siapapun”.
Mengapa demikian? Karena
selama ini banyak orang membuat kesalahan
sama, dengan menganggap
kegagalan sebagai musuh kesuksesan. Justru
sebaliknya, kita
seharusnya menganggap kegagalan itu dapat mendatangkan
hasil. Ingat, kita harus
yakin akan menemukan kesuksesan di penghujung
kegagalan.